Senin, 01 Desember 2014

Senja dan Kopi



Jika senja adalah segala tentangmu, dan segelas kopi ..
Maka kusadari itu adalah mimpi.
Ya,
Karena ku sadar,
Hanya dalam mimpi itu terjadi..
Dan itu kumimpikan agar bisa terjadi.

#Shiro.

Puisi sederhana milik teman penyuka senja dan pecinta kopi.
Yang aku tau ia punya seseorang yang ia senang menyebutnya dengan senja. Mungkin baginya senja mewakili keindahan wanitanya. Dan ia memang sangat maniak dengan kopi. Ia bilang tanpa kopi rasanya sepi. Dan alasan kenapa aku menuliskannya disini, karena aku suka kalimat terakhir dalam puisi tersebut.
“Dan itu kumimpikan agar bisa terjadi”
Untukku, kalimat terakhir ini mempunyai arti yang dalam. Penulis menggunakan kata –memimpikan- seolah ia ingin tidur selamanya agar bisa bertemu dengan si senja dalam mimpinya, jika dihubungkan denga kalimat sebelumnya “hanya dalam mimpi itu terjadi” penulis sadar betul bahwa segala hal yang ia ingin lewati bersama si senja, itu hanya akan terjadi dalam mimpi si penulis, karena satu dan lain hal, impiannya bersama si senja tidak akan pernah terjadi dalam dunia nyata. Tetapi menurutku, jika dipahami lagi, maksud dari si penulis dalam kata –memimpikan- adalah ia bercita-cita untuk bisa menghabisnya seluruh hidupnya dengan si senja. Menghabiskan waktu saat senja bersama dengan sosok yang dikaguminya. Ia merencanakan segala sesuatunya untuk dijalani bersama dengan si senja selamanya. Ia percaya bahwa berawal dari mimpi semuaya bisa terjadi.
Hubungannya denganku, saat aku selesai membaca sajak sederhana itu, aku tersenyum, dulu akupun punya banyak mimpi bersama dia. Dia yang memang sejak pertama aku melihatnya, aku punya segudang harapan. semenjak aku menyukai laki-laki itu, aku selalu memimpikan hal-hal besar bersamanya. Aku bercita-cita menjadi teman hidupnya, bisa menghabiskan sisa hidupku bersamanya, berbagi cerita dan cinta. Tidak peduli dalam penantianku , aku menemukan ia tengah bahagia dengan yang lain, kemudian aku tahu dia dibuat patah hati oleh yang lain, begitu seterusnya sampai beberapa kali. Aku sungguh tak peduli.  Aku terlalu menikmati harapan-harapan itu dalam anganku, tanpa aku berani mengungkapkannya bahkan hanya dalam bentuk sapaan. Aku memupuk harapan itu dalam diam, terkadang tertoreh dalam sebuah tulisan. Lalu aku lupa dimana aku pernah menuliskannya. Hingga akhirnya datanglah satu hari dimana aku menyadari bahwa aku lelah dengan ketidakpedulianku , dengan anganku selama ini. Aku harus mulai memperdulikan diriku, menyayangi dan merawatnya, menjadikan diri pantas untuk mewujudkan mimpi bersama dengan sosok yang mempunyai hal yang sama untuk dimimpikan. Memperbaiki diri untuk menjadi dan mendapatkan yang lebih baik dari yang selama ini hanya diriku yang memimpikannya.

Yogyakarta – 1 Desember 2014, before the dawn.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar