Jika senja adalah
segala tentangmu, dan segelas kopi ..
Maka kusadari itu
adalah mimpi.
Ya,
Karena ku sadar,
Hanya dalam mimpi itu
terjadi..
Dan itu kumimpikan
agar bisa terjadi.
#Shiro.
Puisi sederhana milik
teman penyuka senja dan pecinta kopi.
Yang aku tau ia punya
seseorang yang ia senang menyebutnya dengan senja. Mungkin baginya senja
mewakili keindahan wanitanya. Dan ia memang sangat maniak dengan
kopi. Ia bilang tanpa kopi rasanya sepi. Dan alasan kenapa aku
menuliskannya disini, karena aku suka kalimat terakhir dalam puisi tersebut.
“Dan itu kumimpikan
agar bisa terjadi”
Untukku, kalimat
terakhir ini mempunyai arti yang dalam. Penulis menggunakan kata –memimpikan-
seolah ia ingin tidur selamanya agar bisa bertemu dengan si senja dalam mimpinya,
jika dihubungkan denga kalimat sebelumnya “hanya dalam mimpi itu terjadi”
penulis sadar betul bahwa segala hal yang ia ingin lewati bersama si senja, itu
hanya akan terjadi dalam mimpi si penulis, karena satu dan lain hal, impiannya
bersama si senja tidak akan pernah terjadi dalam dunia nyata. Tetapi menurutku,
jika dipahami lagi, maksud dari si penulis dalam kata –memimpikan- adalah ia
bercita-cita untuk bisa menghabisnya seluruh hidupnya dengan si senja. Menghabiskan
waktu saat senja bersama dengan sosok yang dikaguminya. Ia merencanakan segala
sesuatunya untuk dijalani bersama dengan si senja selamanya. Ia percaya bahwa
berawal dari mimpi semuaya bisa terjadi.
Hubungannya denganku,
saat aku selesai membaca sajak sederhana itu, aku tersenyum, dulu akupun punya
banyak mimpi bersama dia. Dia yang memang sejak pertama aku melihatnya, aku
punya segudang harapan. semenjak aku menyukai laki-laki itu, aku
selalu memimpikan hal-hal besar bersamanya. Aku bercita-cita menjadi teman
hidupnya, bisa menghabiskan sisa hidupku bersamanya, berbagi cerita dan cinta.
Tidak peduli dalam penantianku , aku menemukan ia tengah bahagia dengan yang
lain, kemudian aku tahu dia dibuat patah hati oleh yang lain, begitu seterusnya
sampai beberapa kali. Aku sungguh tak peduli. Aku terlalu menikmati harapan-harapan itu
dalam anganku, tanpa aku berani mengungkapkannya bahkan hanya dalam bentuk
sapaan. Aku memupuk harapan itu dalam diam, terkadang tertoreh dalam sebuah
tulisan. Lalu aku lupa dimana aku pernah menuliskannya. Hingga akhirnya
datanglah satu hari dimana aku menyadari bahwa aku lelah dengan
ketidakpedulianku , dengan anganku selama ini. Aku harus mulai memperdulikan
diriku, menyayangi dan merawatnya, menjadikan diri pantas untuk mewujudkan
mimpi bersama dengan sosok yang mempunyai hal yang sama untuk dimimpikan. Memperbaiki
diri untuk menjadi dan mendapatkan yang lebih baik dari yang selama ini hanya
diriku yang memimpikannya.
Yogyakarta – 1
Desember 2014, before the dawn.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar